Azka dan Alisha
Kalo liat foto di atas, duuuhhh bahagianya tak terkira. Alhamdulillah sudah dikasi 2 anak lucu yang sehat dan pintar. Gimana gak seneng banget, aku ama suami pernah divonis dokter di Samarinda, kemungkinan bisa hamilnya cuma 20 persen. Duuuhh dokterrrr…dikau sempet bikin kami hilang harapan dan sedih. Terbukti ya, emang yang namanya rejeki itu datangnya dari Alloh. Begitu juga karunia diberi momongan. Kalo kata Alloh jadi, ya bakal jadi deh walopun secara medis sepertinya agak susah.
Ceritanya, satu tahun setengah setelah kami menikah, kami pengen dong seperti pasangan-pasangan lainnya yang punya momongan. Kebetulan waktu itu kami sudah tinggal di rumah sendiri, walopun waktu itu masi rumah dines di daerah pedalaman Kaltim sana. Rumah sebesar itu rasanya sepi tanpa hadirnya suara tangisan anak. Aku juga gak ada kegiatan apa-apa, sehari-hari di rumah, ikut kegiatan ibu-ibu istri karyawan, trus pulang ke rumah, sepi. Wah, rasanya keinginan pengen punya anak itu makin menggebu-gebu. Kadang kalo buka laptop, aku sering browsing tentang infertilitas, lama-lama jadi stress sendiri. Kadang juga cari-cari tau gimana cara cepat hamil.
Selama ini jadwal haidku lancar, tapi memang kalo si tamu bulanan datang, perutku sakit banget rasanya. Suatu hari, aku datang ke klinik kantor, deket rumah. Di sana ketemu ibu Ketut, profesinya sebagai bidan. Lalu aku dikasi vitamin Natur-E kemudian beliau merekomendasikan dokter Djaja di Samarinda. Akhirnya 23 Januari 2004, aku dan suami pun ketemu dokter Djaja. Kebetulan suami pernah diperiksa di Klinik Kantor Jakarta, hasilnya bagus. Makanya dokter Djaja lebih fokus pada pemeriksaan organ reproduksi aku.
Dari hasil USG abdomen, sepertinya ada endometriosis. Ini yang bikin aku kesakitan tiap datang bulan, karena darah haid yang seharusnya keluar lewat mulut rahim, ini malah ada yang keluar lewat saluran telur, bukan jalan yang semestinya. Kemudian, darahku juga diambil untuk pemeriksaan hormon. Yang diperiksa adalah kadar hormon LH, FSH, prolaktin, progesteron, dan DHEA-S. Hasilnya lama banget mpe sebulan baru keluar, karena yang tes DHEA-S harus dibawa ke Amrik sana, katanya ckckckck… Tanggal 19 februari 2004 hasilnya keluar. Semuanya dalam range normal kecuali hormon prolaktinku tinggi banget. Akibatnya, sel telur belom mencapai ukuran yang ideal untuk dibuahi, sudah meluruh. Normalnya itu 0,1-18,1, nah aku tuh sampe 45 ng/ml. Tapi hal ini bisa diterapi dengan minum obat untuk mereduksi jumlah hormon prolaktin. Nama obatnya Elkrip Bromocryptine. Ini obat kalo abis diminum, rasanya mual kayak orang hamil. Aku juga dijadwalkan tes Histerosalpingografi HSG, kalo kata orang awam sih namanya “ditiup”. Ini untuk mengetahui fungsi kedua saluran telurnya apa tertutup (ada sumbatan) atau terbuka (normal). Tanggal 25 Februari 2004 aku melakukan HSG, yang ngelakuinnya dokter spesialis radiologi. Waduuh..sakitnya minta ampun deh, muleeesss kayak orang mau pup tingkat tinggi. Belakangan waktu aku melahirkan normal kedua anakku, aku baru tau itu rasanya seperti mules mau melahirkan pembukaan 9. Cuma bedanya, kalo abis lahiran sakit-sakit gitu langsung seneng kan liat baby keluar dari perut, langsung ilang rasa sakitnya. Nah, kalo ini, abis selese HSG, aku langsung mikir, apa habis ini aku bisa hamil ya…hmhhh…
Hasil HSG, agak kurang jelas. Tapi sepertinya memang ada sumbatan di salah satu saluran. Lalu dokter Djaja menjadwalkan lagi dilakukan hydrotubasi, ini hampir sama dengan HSG, dimasukan cairan kontras hanya sekalian dimasukan obat untuk “membuka” saluran. Tidak sesakit HSG. Tanggal 19 Maret 2004, periksa darah lagi untuk mengetahui kadar prolaktinku. Alhamdulillah sudah turun menjadi 10,61. Lalu aku diterapi sel telurnya. Dari mulai haid hari ke-3 sampai masa subur, minum obat penyubur. Hari ke-3 minum serophene, lalu hari ke-8 minum Gonal F, hari ke-16 minum Profasi. Melelahkan emang ya, secara materi dan psikis banyak tercurah habis-habisan. Kantor tidak membiayai masalah infertilitas kecuali memang ada masalah/penyakit yang harus ditangani, sedangkan untuk terapi hormon atau program mendapat momongan, baru akan diganti jika usia pernikahan telah lebih dari 10 tahun. Waks..gak tahan deh kalo mesti nunggu 10 tahun, mending cepet-cepet ditangani masalahnya kan.
Bulan Mei 2004 aku ke jakarta, ke klinik Fertilitas Morula di RS Bunda, Menteng, ditangani oleh dokter Taufik Jamaan. Beliau ini dokter kandungan tapi ahli dalam hal fertilitas. Di sana aku diterapi sel telurnya. Hampir sama dengan yang di Samarinda, hanya lebih detil, USGnya pun transvaginal, jadi keliatan dengan jelas ukuran sel-sel telurnya. Bisa dibilang tiap bulan aku terapi sel telur. Jika bulan ini gagal, berarti bulan depannya harus diulang lagi, minum obat penyubur lagi dari hari ke-3 haid. Tiap kali haid datang, aku pasti nangis. Untungnya suamiku selalu menenangkan dan menghiburku. Dia kliatan santai tapi aku tau banget kalo dia juga sudah sangat mendambakan kehadiran bayi lucu di tengah-tengah keluarga kami.
Bulan Juni 2004, suamiku disuruh melakukan tes di RS Bunda. Walopun dulu pernah dilakukan tes di klinik kantor, tapi dokter Taufik nyuruh dilakukan lagi. Karena katanya, kondisi sperma itu bisa berbeda-beda. Ada faktor yang mempengaruhi, misalnya cape, stress. Bener saja, ternyata hasilnya tidak sebagus yang lalu, bener-bener di luar dugaan. Tapi suami hanya disuruh minum vitamin saja, namanya Prima-E dan Ferofort.
Tanggal 21 Setember 2004 aku melakukan tes TORCH. Hasilnya bagus. Tapi kalau hasilnya bagus, terus di mana lagi dong masalahnya? Di RS Bunda aku usdah tes HSG lagi, hasilnya kedua saluran telurku terbuka, normal. Hormon prolaktinku sudah normal juga. Aku mulai capek, bosan, stress. Di samping berobat secara medis, aku dan suami juga coba pengobatan alternatif. Tapi ya hasilnya juga begitu-begitu saja. Akhirnya aku mengusulkan ke suami, supaya mencoba program inseminasi. Ini prosesnya agak mirip bayi tabung tapi dosisnya lebih rendah trus bedanya dengan bayi tabung, sel telur dan sperma tetep bertemunya dalam indung telur, bukan di luar rahim. Inseminasi hanya mengambil sekian sperma suami, lalu dimasukan oleh alat semacem suntik panjang, langsung ke dalam mulut rahim. Di harapkan sperma lebih cepat menuju sel telur yang matang dan langsung bisa dibuahi. Suami setuju.
Tanggal 11 Desember 2004, prosedur program inseminasi dimulai. Ini dilakukan di RS Bunda, Menteng. Kebetulan suami lagi ada dinas sebulan di Jakarta. Tanggal 11 Desember itu aku dikasi serophone, Elevit pronatal, dalfarol, Bio ATP. Tanggal 16 desember, datang lagi, konsul. Lalu keesokan harinya disuntik hormon, tiap hari datang ke RS sampai tanggal 18 Desember hanya untuk menyuntikan obat hormon. Tepat di hari ibu, 22 Desember 2004, inseminasi dilakukan. Prosesnya sebentar. Setelah prosesnya selesai, dokter Taufik menyalamiku, seraya berkata, “Hari ini hari ibu, semoga lekas menjadi ibu.” aku hanya tersenyum dan mengaminkan semoga terkabul. Biaya inseminasi saat itu kira-kira hampir 7 juta.
Pertengahan Januari 2005, tamu bulananku kembali datang. Aku kembali menangis. Lagi-lagi suamiku menghiburku, mengatakan nanti bulan Mei, ada tugas ke Jakarta lagi, kita coba lagi. Bulan Februari, aku telat mens. Hampir 2 minggu si tamu bulanan tak kunjung datang. Aku beli tespack, negtif. Beberapa hari kemudian, tamu bulanan datang. Fiuuuhh…Aku akhirnya merasa cape, aku gak mau lagi mikirin kehamilan, gak mau lagi browsing-broswing tentang infertilitas. 13 Februari, ketika aku sedang galau karena takut kedatangan si tamu bulanan, aku membuat blog ini. Namanya dulu www.veraproject.blogspot.com. Sengaja aku kasi kata “project” karena aku bikin blog ini emang proyek supaya pikiranku teralihkan, gak mikirin kapan kehamilan itu datang. Aku juga gak mau lagi baca-baca cara cepat hamil. Aku mau nulis tentang apa aja yang bikin aku senang. Aku gak mau nulis di blog tentang yang sedih-sedih.
Bulan Maret 2005, aku dan suami ada di Jakarta. Biasanya tiap suami dines ke Jakarta, aku selalu ngacir ke RS Bunda. Kali itu aku sama sekali gak mau ke RS Bunda. Pokoknya aku pengen menyenangkan diri sendiri, jalan-jalan sendiri ke mangga dua, trus kan kami nginap di hotel hampir 2 minggu, aku fitness di ruang Gym hotel. Bulan Maret itu, tamu bulanan gak datang, kepalaku sering pusing. Tapi aku gak mau mikirin. Aku cuekin aja. Pulang ke Kaltim, si tamu bulanan gak dateng juga. Wah, aku pikir, gara-gara inseminasi nih jadwal haidku yang tadinya lancar jadi ancur. Sebelomnya juga kan telat 2 minggu, tapi ternyata haid. Aku gak mau beli testpack. Aku nelpon dokter Taufik, menanyakan kenapa jadwal haidku jadi kacau. Beliau mengatakan, bisa jadi karena pengaruh obat-obatan yang lalu, dinding rahimku tebal, sebagai persiapan kehamilan. Beliau menyarankan aku ke dokter kandungan.
Akhirnya, minggu ke – 2 bulan April itu aku ketemu dokter Djaja lagi, setelah sekian lama gak ketemu. Terakhir ketemu itu bulan September 2004, lalu beliau ada seminar trus diganti dokter Prima, yang sempat mengatakan kemungkinan aku hamil itu cuma 20 persen. waktu ketemu dokter Djaja, dia langsung ngomong gini, “Waahh..Ver, kemana aja, kirain udah coba bayi tabung di jakarta trus sekarang mau kontrol kehamilan.” Aku cuma cemberut aja mendengarnya. Lalu aku ceritakan proses inseminasiku sampai ke jadwal haidku yang jadi kacau. Lalu dokter Djaja menyuruh aku USG. Waktu USG itu dia senyum-senyum sambil bilang gini, “Ver, ya pantas kamu gak haid, lah kamu ini lagi hamil kok.” aku dan suami kaget. Get! Sama sekali gak kepikiran kalo telatnya haid ini gara-gara hamil. Aku langsung nanya, “aaahh…yang bener, Dok?” Dokter Djaja bilang, “Ini kantung kehamilannya. Saya berani bertaruh rumah dan mobil saya deh,kamu ini lagi hamil, Ver. Percaya deh. Besok pagi coba aja test pack.” Kami pun pulang. Perjalanan Samarinda – Sangasanga begitu mencekam rasanya. Aku dan suami hanya bengong dan diam seribu bahasa. Masih kaget dan tidak percaya. Semalaman itu aku gak bisa tidur, sama sekali gak bisa memicingkan mata. Gak sabar menunggu pagi hari dan ternyata emang bener, di pagi hari itu, si garis dua muncul juga. Senangnya tak terkira, alhamdulillah ya Alloh….impianku menjadi seorang ibu akhirnya terkabul.
Tapi 2 minggu kemudian, di suatu sore yang cerah, setelah baca-baca buku NH.Dini sambil menanti suami pulang kantor, mau kontrol ke dokter, aku kepengen buang air kecil. Kaget, ada darah. Aku langsung lemeeessss. Langsung ambil pembalut, nelpon mas Bagus dengan suara terbata-bata. Kami pun menuju Samarinda. Lalu aku ceritakan pada dokter Djaja. Lalu aku di-USG. Aku udah pasrah banget kalo emang harus dikuret. Aku udah bawa baju ganti, sarung, jaga-jaga aku harus stay di RS itu. Tapi, dokter Djaja cuma bilang, “Ver, detak jantung bayinya ada. Kamu minum obat yang saya kasih, lalu bedrest ya.” Sebelom pulang, aku kepengen buang air kecil lagi. Kuliat pembalutku penuh seperti sedang haid. Aku sedih sekali, aku pasrah dan banyak berdoa sama Alloh, minta yang terbaik.
Selama 3 bulan itu aku bedrest. Rutin kontrol ke dokter tiap 2 minggu sekali. Setelah hamil 4 bulan, aku sudah tidak minum obat penguat kandungan lagi. Aku juga sudah bisa jalan-jalan ke Samarinda, ikut acara ibu-ibu kompleks. Saking selama ini diam di rumah terus, bedrest, ibu-ibu itu tidak tahu kalo aku ada di Sangasanga dan sedang hamil. Mereka pikir, aku di Bandung. Alhamdulillah, anak pertamaku lahir 28 november 2005 secara normal, dalam keadaan sehat. Di Ruang Bersalin aku cuma 3 jam saja, langsung lahir setelah diinduksi karena pecah ketuban. Entah kenapa waktu itu keluar darah di usia kehamilan sekitar 8 minggu ya. Adikku juga waktu hamil anak pertama, keluar darah juga. Ceritanya pernah aku tulis di sini. Selama hamil anak pertama, aku gak ngalamin yang namanya mual-mual, muntah, ngidam. Biasa aja. Kata orang-orang, aku ini hamil kebo, hahhaa…ada-ada aja ya istilahnya.
Kehamilan kedua terjadi ketika Azka umur 2,5 tahun. Tapi sayang, aku mengalami keguguran. Ceritanya ada di sini. Kalo diceritain lagi, postingan ini bisa ngalah-ngalahin novel deh 😀
Kehamilan ketiga terjadi setaun kemudian. Selama menikah, aku dan suami tidak KB. Kami memang ingin punya banyak anak, jika Alloh menghendaki. Kehamilan ketiga, yaitu hamilnya Alisha, sempat membuat kami deg degan. kali ini masalahnya bukan keluar darah. Tapi, di awal kehamilan, dokternya mengatakan janinnya tidak kelihatan, diduga blight ovum. Waktu itu aku ke RS Mitra Keluarga Bekasi Barat dan disuruh datang lagi 2 minggu kemudian. Duuuhh..selama 2 minggu itu aku gak bisa tidur nyenyak. Harap-harap cemas, semoga janinnya ada, sehat. Aku banyak berdoa dan pasrah mengikuti kehendak Alloh saja. 2 minggu kemudian, aku bilang ke suami, pengen ke RS Bunda saja. Ketemu dokter Irham suheimi. Dokter Irham mengatakan, coba di USG abdomen dulu, kalo memang belom terlihat, baru USG transvaginal. Aku pasrah aja. Begitu di USG abdomen, dokternya senyum-senyum sambil bilang, “Alhamdulillah Bu, ini janinnya ada, detak jantungnya juga bagus.” Alhamdulillah..aku dan suami langsung menitikan air mata, seneng banget, tak lupa mengucap syukur sama Alloh, masih diberi kesempatan menikmati jadi ibu hamil lagi. Alisha lahir tanggal 18 Mei 2009, persalinannya lancar, normal, di ruang bersalin aku cuma 3,5 jam saja.
Selama ini aku belom pernah menulis di blogku tentang usaha aku dan suami memperoleh momongan, juga kendala-kendala apa saja ketika aku hamil Azka dan Alisha. Kebetulan saat ini aku pengen menuliskannya, supaya nanti Azka dan Alisha baca. Dan kebetulan juga ada giveaway dari blognya Mama Sedja tentang kehamilan, jadi sekalian aja postingan ini diikutsertakan di Giveaway Awal Maret 2012.